وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Tampilkan postingan dengan label TOKOH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TOKOH. Tampilkan semua postingan

29 Juli 2025

Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal


Imam Ahmad bin Hanbal: Sang Pembela Sunnah dan Pendiri Mazhab Hanbali

​Imam Ahmad bin Hanbal, yang bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris, adalah salah satu ulama terbesar dalam sejarah Islam, dikenal sebagai pendiri mazhab Hanbali, mazhab fikih Sunni keempat yang diakui. Beliau hidup di masa Kekhalifahan Abbasiyah dan dikenal karena keteguhan, kezuhudan, dan kegigihannya dalam membela akidah Ahlussunnah wal Jama'ah.

Masa Kecil dan Remaja: Yatim Piatu dan Haus Ilmu

​Imam Ahmad dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 Hijriah (sekitar 780 Masehi), pada masa pemerintahan Khalifah al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah. Ayahnya, Muhammad as-Syaibani, adalah seorang perwira tentara Abbasiyah. Namun, beliau sudah yatim sejak kecil, karena ayahnya meninggal dunia saat beliau masih sangat muda. Tanggung jawab pendidikan dan pengasuhannya sepenuhnya berada di pundak sang ibu, Safiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik asy-Syaibani.

​Meskipun hidup dalam kondisi yang serba terbatas dan merasakan beratnya kehidupan, Imam Ahmad kecil menunjukkan kecerdasan luar biasa dan semangat yang tak tergoyahkan dalam menuntut ilmu. Pada usia 15 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur'an secara sempurna dan mahir dalam membaca serta menulis, bahkan dikenal memiliki tulisan yang indah. Sejak usia remaja inilah, beliau mulai memusatkan perhatiannya pada ilmu hadis.

Perjalanan Menjadi Ulama Besar: Pengembaraan Mencari Hadis dan Keteguhan Akidah

​Imam Ahmad memiliki keyakinan kuat bahwa ilmu pengetahuan tidak mudah didapatkan, sehingga beliau sangat menghormati para ahli ilmu. Semangatnya dalam menuntut ilmu mendorongnya untuk melakukan perjalanan panjang ke berbagai wilayah Islam, termasuk Syam (Suriah), Hijaz (Mekah dan Madinah), Yaman, dan negara-negara lain, demi mengumpulkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Diceritakan bahwa beliau pernah membantu petani di perjalanan ke Yaman untuk mendapatkan makanan ketika bekalnya habis.

​Beliau belajar dari ribuan guru (disebutkan tidak kurang dari 100 ulama besar), di antaranya adalah:

  • Imam Syafi'i: Imam Ahmad adalah salah satu murid terkemuka Imam Syafi'i, yang kemudian menjadi gurunya dalam ilmu fikih.
  • Isma'il bin Ulayyah
  • Waki' bin Jarrah
  • Sufyan bin Uyainah
  • Abdurrazzaq bin Hammam
  • Abu Yusuf (murid Imam Abu Hanifah)

​Kecintaannya pada hadis sangat mendalam. Beliau diperkirakan telah menghafal setidaknya 750.000 hadis, sebuah pencapaian yang melampaui banyak ahli hadis lainnya. Abu Zur'ah bahkan mengatakan bahwa kitab-kitabnya yang berjumlah 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala.

​Ketokohan Imam Ahmad bukan hanya terletak pada kedalaman ilmunya, tetapi juga pada keteguhan akidahnya. Pada masa kekhalifahan al-Ma'mun, al-Mu'tashim, dan al-Watsiq, terjadi "fitnah penciptaan Al-Qur'an" (mihnah khalq al-Qur'an), di mana aliran Mu'tazilah, yang didukung oleh khalifah, berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Imam Ahmad adalah salah satu ulama yang paling gigih menentang pandangan ini, menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah Kalamullah (Firman Allah) yang qadim (tidak diciptakan).

​Akibat keteguhannya, beliau mengalami siksaan berat, dicambuk, dan dipenjara selama bertahun-tahun. Meskipun banyak ulama lain yang terpaksa mengakui pandangan khalifah demi keselamatan, Imam Ahmad tetap teguh pada pendiriannya. Kegigihan beliau dalam mempertahankan akidah ini menjadikannya simbol Ahlussunnah wal Jama'ah dan dijuluki "Imam Ahlussunnah". Setelah Khalifah al-Mutawakkil naik takhta, fitnah ini dihentikan dan Imam Ahmad dibebaskan, bahkan pemerintah mulai bersimpati kepadanya.

Karya-Karya Monumental dan Warisan Abadi

​Meskipun Imam Ahmad dikenal sebagai seorang yang zuhud dan tidak banyak menulis, karya-karya dan pandangan-pandangan beliau didokumentasikan dengan baik oleh murid-muridnya. Karya monumentalnya yang paling terkenal adalah:

  • Musnad Ahmad bin Hanbal (Al-Musnad Al-Kabir): Ini adalah ensiklopedia hadis yang sangat besar, berisi lebih dari 27.000 hingga 40.000 hadis. Kitab ini disusun oleh anaknya, Abdullah, dari ceramah dan pelajaran Imam Ahmad. Keistimewaan Musnad adalah hadis-hadis di dalamnya disusun berdasarkan perawi dari kalangan sahabat Nabi SAW, bukan berdasarkan topik fikih.

​Selain Musnad, beberapa karya lain yang dinisbatkan kepadanya atau yang merupakan kumpulan dari ajaran-ajarannya antara lain:

  • Usul al-Sunnah (Ushul as-Sunnah): Membahas dasar-dasar akidah Ahlussunnah wal Jama'ah.
  • Kitab al-Zuhd: Berisi tentang kezuhudan dan nasihat-nasihat spiritual.
  • Kitab al-Aqidah: Membahas prinsip-prinsip akidah Islam.
  • Kitab al-Iman: Tentang masalah keimanan.
  • Kitab al-Fada'il al-Sahaba: Mengulas keutamaan para sahabat Nabi SAW.
  • Kitab al-Radd 'ala al-Zanadiqah wa al-Jahmiyyah: Kitab bantahan terhadap kaum zindiq dan Jahmiyyah (salah satu kelompok dalam ilmu kalam).
  • Kitab at-Tafsir: Meskipun ada beberapa riwayat yang mengatakan kitab ini hilang.
  • Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh: Membahas ayat-ayat Al-Qur'an yang saling menasakh (menghapus hukum).

​Imam Ahmad bin Hanbal meninggal dunia di Baghdad pada hari Jumat, 12 Rabiul Awal 241 Hijriah (sekitar 4 Agustus 855 Masehi) pada usia 77 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Baghdad dan dihadiri oleh lautan manusia yang jumlahnya mencapai ratusan ribu, menunjukkan betapa besar penghormatan umat kepadanya.

​Mazhab Hanbali, yang didirikan oleh Imam Ahmad, menjadi salah satu mazhab fikih yang berpengaruh, terutama di Semenanjung Arab (termasuk Arab Saudi), dan merupakan mazhab resmi di Arab Saudi hingga saat ini. Pendekatan mazhab ini cenderung sangat berpegang teguh pada nash (teks) Al-Qur'an dan Sunnah, serta sangat berhati-hati dalam penggunaan akal dan rasionalitas dalam berijtihad, sebagai reaksi terhadap paham-paham yang dianggap menyimpang pada masanya.

Share:

Biografi Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah: Sang Pelopor Mazhab Hanafi dan Ulama Entrepreneur

​Imam Abu Hanifah, yang memiliki nama lengkap Nu'man bin Tsabit bin Zuwatha, adalah salah satu ulama besar dalam sejarah Islam yang dikenal sebagai pendiri mazhab Hanafi, salah satu dari empat mazhab fikih Sunni terbesar. Beliau hidup di masa transisi dari kekhalifahan Umayyah ke Abbasiyah, dan memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam pengembangan ilmu fikih.

Masa Kecil dan Remaja: Antara Pasar dan Majelis Ilmu

​Imam Abu Hanifah lahir di Kufah, Irak, pada tahun 80 Hijriah (sekitar 699 Masehi). Keluarganya berasal dari Persia (sekarang Afghanistan), dengan kakeknya, Zuwatha (atau Marzuban), yang telah memeluk Islam pada masa Umar bin Khattab dan kemudian bermigrasi ke Kufah. Ayah beliau, Tsabit bin Zuwatha, adalah seorang pedagang sutra yang sukses di Kufah.

​Sejak kecil, Abu Hanifah sudah dibiasakan dengan dunia perniagaan, membantu ayahnya berjualan sutra di pasar. Beliau dikenal sebagai pribadi yang cerdas dan tekun. Meskipun aktif dalam berdagang, hati beliau selalu terpaut pada masjid dan majelis ilmu. Kecerdasannya ini menarik perhatian ulama tabi'in terkemuka, Amir bin Syurahbil asy-Sya'bi. Suatu hari, asy-Sya'bi bertanya kepada Abu Hanifah muda tentang tujuannya, dan Abu Hanifah menjawab bahwa ia akan ke pasar. Asy-Sya'bi kemudian menasihatinya untuk lebih fokus menuntut ilmu agama, karena melihat potensi besar dalam dirinya.

​Nasihat asy-Sya'bi sangat membekas di hati Abu Hanifah. Sejak saat itu, meskipun tidak sepenuhnya meninggalkan dunia perniagaan, beliau memprioritaskan waktunya untuk menuntut ilmu. Beliau tetap menjalankan bisnisnya, namun hanya menyita sebagian kecil dari waktunya. Hal ini menjadikan beliau dikenal sebagai "ulama entrepreneur," sosok yang mampu menggabungkan kesuksesan duniawi dengan kedalaman ilmu agama.

Perjalanan Menjadi Ulama Besar: Rihlah Intelektual yang Mendalam

​Perjalanan intelektual Imam Abu Hanifah sangatlah luas dan mendalam. Beliau belajar dari sekitar 4.000 guru, termasuk para sahabat Nabi Muhammad SAW (meskipun jumlahnya tidak banyak, sekitar tujuh sahabat) dan banyak tabi'in (disebutkan sembilan puluh tiga tabi'in), serta tabi'ut tabi'in. Ini tidak mengherankan mengingat beliau hidup hingga usia 70 tahun dan menunaikan haji sebanyak 55 kali, yang menjadi kesempatan baginya untuk bertemu dan berdiskusi dengan para ulama dari berbagai penjuru dunia.

​Salah satu guru yang sangat memengaruhi Imam Abu Hanifah adalah Hammad bin Abi Sulaiman. Beliau belajar fikih dan hadis dari Hammad selama kurang lebih 20 tahun, hingga kemudian mengambil alih posisi gurunya setelah Hammad meninggal dunia. Selain itu, beliau juga belajar ilmu dari ulama terkenal di Mekah dan Madinah, seperti Atha' bin Abi Rabah.

​Awalnya, Abu Hanifah memiliki ketertarikan pada berbagai disiplin ilmu seperti qira'at (ilmu membaca Al-Qur'an), hadis, nahwu (tata bahasa Arab), sastra, sya'ir, dan ilmu kalam (teologi). Beliau bahkan menjadi salah satu tokoh terpandang dalam ilmu kalam, mampu membungkam golongan Khawarij dengan pemikirannya yang tajam. Namun, akhirnya beliau menekuni ilmu fikih secara lebih mendalam, terutama di Kufah yang merupakan pusat perhatian ulama fikih dengan pendekatan rasional. Beliau dikenal sebagai ahli ijtihad dan pelopor penggunaan akal pikiran (ra'yu) dalam berijtihad, tanpa meninggalkan nash Al-Qur'an dan Sunnah.

Karya-Karya dan Warisan Intelektual

​Meskipun Imam Abu Hanifah sendiri tidak banyak menulis kitab secara langsung dalam bentuk kodifikasi seperti mazhab-mazhab lainnya, ide, pandangan, dan fatwa-fatwanya didokumentasikan dan disebarluaskan oleh murid-muridnya yang brilian. Mazhab Hanafi dikenal dengan pendekatannya yang menekankan pada penggunaan akal (ra'yu), qiyas (analogi), dan istihsan (preferensi) dalam menarik hukum syariah, di samping berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah.

​Beberapa karya yang dinisbatkan kepadanya atau yang merupakan hasil kumpulan dari ajaran-ajarannya melalui murid-muridnya antara lain:

  • Al-Fiqh al-Akbar: Sebuah kitab yang membahas tentang ilmu kalam atau akidah (tauhid). Kitab ini diriwayatkan dari Imam Abi Muthi' Al-Hakam bin Abdullah Bakhy.
  • Al-'Alim wal-Muta'allim: Sebuah dialog antara seorang ulama dan seorang penuntut ilmu yang membahas berbagai masalah akidah dan fikih.
  • Musnad Abu Hanifah: Kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Hanifah, meskipun sebagian besar disusun oleh murid-muridnya.

​Adapun karya-karya yang menjadi fondasi utama mazhab Hanafi, yang dikenal sebagai "Zhahiru ar-Riwayah" dan memiliki kedudukan seperti Shahihain dalam bidang hadis, disusun oleh murid-murid utama beliau, terutama Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Kitab-kitab tersebut antara lain:

  • Kitab al-Mabsuth
  • Kitab al-Jami'u al-Shaghir
  • Kitab al-Jami'u al-Kabir
  • Kitab al-Sairu al-Shaghir
  • Kitab al-Sairu al-Kabir
  • Kitab al-Ziyadat

​Murid-murid beliau, seperti Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan al-Syaibani, memainkan peran krusial dalam menyebarkan dan mengembangkan mazhab Hanafi. Abu Yusuf adalah Qadhi al-Qudhat (Hakim Agung) pertama pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, yang menjadikan mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi negara, sehingga memperluas penyebarannya ke berbagai wilayah Islam, termasuk Mesir, Lebanon, dan Suriah.

Wafat dan Warisan Abadi

​Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 Hijriah (sekitar 767 Masehi) di Baghdad, setelah menjalani kehidupan yang penuh dengan ilmu dan pengabdian. Beliau dikabarkan meninggal di penjara karena menolak tawaran jabatan sebagai hakim agung dari Khalifah al-Mansur, sebagai bentuk independensi beliau dari kekuasaan.

​Warisan Imam Abu Hanifah sangatlah besar. Mazhab Hanafi yang beliau dirikan menjadi salah satu mazhab fikih yang paling banyak diikuti di dunia, terutama di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Turki, dan sebagian Timur Tengah. Pemikiran beliau yang menekankan pada rasionalitas dan penalaran dalam berijtihad telah membuka jalan bagi pengembangan ilmu fikih yang lebih dinamis dan relevan dengan perubahan zaman. Beliau adalah teladan bagi seorang muslim yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga memiliki integritas, kemandirian, dan semangat berwirausaha.

Share:

Biografi Imam Malik Bin Anas


Imam Malik bin Anas, atau yang lebih dikenal dengan Imam Malik, adalah salah satu ulama terbesar dalam sejarah Islam dan merupakan pendiri Mazhab Maliki, salah satu dari empat mazhab fiqih utama dalam Islam. Beliau dikenal sebagai "Imam Darul Hijrah" (Imam di Negeri Hijrah) karena sepanjang hidupnya tidak pernah meninggalkan Madinah, kota Nabi Muhammad SAW.

Masa Kecil dan Pendidikan

Kelahiran dan Asal-usul: Imam Malik dilahirkan di Madinah pada tahun 93 Hijriah (sekitar 712 Masehi). Tanggal lahir ini juga bertepatan dengan tahun wafatnya Anas bin Malik, pembantu Rasulullah SAW. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin Al-Harits Dzi Ashbah. Nasab beliau bertemu dengan Himyar, kabilah dari Yaman.

Lingkungan Keilmuan di Madinah: Imam Malik tumbuh di tengah lingkungan yang sangat kondusif untuk menuntut ilmu. Madinah pada masa itu adalah pusat ilmu pengetahuan dan sumber utama Sunnah Rasulullah SAW, dengan kehadiran banyak ulama besar dari kalangan Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in. Keluarga beliau juga dikenal sebagai ahli hadis. Kakek beliau, Abu Amir, adalah seorang sahabat mulia, dan ayahnya juga seorang ahli hadis terkemuka.

Ketekunan Belajar: Sejak usia muda, Imam Malik sudah menunjukkan kecerdasan dan ketertarikan yang mendalam pada ilmu agama, terutama hadis. Beliau menghafal Al-Qur'an secara sempurna di usia belia. Beliau tidak pernah meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu karena merasa kota tersebut sudah memiliki sumber ilmu yang berlimpah.

Guru-guru Penting: Imam Malik belajar dari sekitar 900 ulama, terdiri dari 300 Tabi'in dan 600 Tabi'ut Tabi'in. Di antara guru-guru beliau yang paling terkenal adalah:

  • Nafi' bin Abi Nafi': Murid dari Abdullah bin Umar, salah satu sahabat Nabi SAW. Nafi' adalah perawi hadis utama yang sanadnya dikenal sangat kuat.

  • Ibnu Syihab Az-Zuhri: Salah satu ulama besar di zamannya dalam bidang hadis.

  • Rabi'ah Ar-Ra'yi: Salah satu ahli ra'yi (rasio) terkemuka di Madinah.

Imam Malik tidak hanya menguasai hadis, tetapi juga mendalami ilmu fiqih, fatwa-fatwa para sahabat, dan ilmu ahli ra'yu. Beliau dikenal sangat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Diceritakan bahwa beliau tidak akan menyampaikan atau mengajarkan hadis Nabi sebelum bersuci (berwudu atau mandi), memakai wangi-wangian, dan mengenakan pakaian bersih.


Kontribusi dan Karya-karya

Imam Malik memiliki kontribusi yang sangat signifikan dalam pengembangan ilmu hadis dan fiqih, yang menjadikannya salah satu pilar utama dalam pemikiran Islam.

Kontribusi Utama:

  1. Pendiri Mazhab Maliki: Beliau mendirikan salah satu mazhab fiqih terbesar dalam Islam, Mazhab Maliki. Mazhab ini sangat berpegang teguh pada Al-Qur'an, Sunnah Nabi, Amal Ahlul Madinah (praktik dan konsensus penduduk Madinah), fatwa sahabat, qiyas, dan maslahah mursalah (kemaslahatan umum yang tidak ada dalil khusus yang melarangnya).

  2. Pakar Hadis dan Fiqih: Imam Malik diakui sebagai imam dalam ilmu hadis dan fiqih. Imam Syafi'i, salah satu muridnya, pernah mengatakan: "Apabila datang kepadamu Al-Hadits dari Imam Malik, maka pegang teguhlah olehmu, karena ia menjadi hujjah bagimu."

  3. Pengkodifikasi Hadis Pertama: Beliau adalah orang pertama yang membukukan hadis dalam kitabnya, Al-Muwatta'. Ini adalah langkah monumental dalam menjaga dan melestarikan sunnah Nabi.

Karya-karya Monumental:

  1. Kitab Al-Muwatta': Ini adalah karya paling terkenal dari Imam Malik. Kitab ini merupakan kompilasi hadis dan fiqih sekaligus. Dalam penyusunannya, Imam Malik menghabiskan waktu bertahun-tahun (ada yang menyebut 40 tahun), menyeleksi dari ribuan hadis yang beliau kumpulkan.

    • Isi Al-Muwatta': Kitab ini berisi hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, fatwa-fatwa para sahabat, dan pendapat Imam Malik sendiri tentang berbagai masalah fiqih, yang banyak didasarkan pada praktik penduduk Madinah.

    • Keistimewaan: Al-Muwatta' dianggap sebagai salah satu kitab hadis paling sahih pada masanya dan menjadi rujukan utama bagi banyak ulama. Bahkan, Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah ingin menggantungkan kitab ini di Ka'bah dan menganjurkan manusia untuk mengamalkannya, namun Imam Malik menolaknya.

  2. Al-Mudawwanah al-Kubra: Meskipun kitab ini dikompilasi oleh murid-murid Imam Malik (terutama Sahnun), isinya merupakan rekaman pendapat dan fatwa Imam Malik dalam berbagai masalah hukum Islam. Kitab ini menjadi rujukan utama dalam mazhab Maliki setelah Al-Muwatta'.


Wafatnya Imam Malik

Imam Malik wafat pada usia 85 tahun di Madinah, tepatnya pada tanggal 14 Rabi'ul Awwal tahun 179 Hijriah (795 Masehi). Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi', Madinah. Hingga akhir hayatnya, beliau senantiasa menjadi mercusuar ilmu di Madinah, meninggalkan warisan keilmuan yang tak ternilai bagi umat Islam.


Share:

Biografi Imam Syafi'i


Imam Syafi'i, yang nama lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi' bin Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al-Muthalib bin Abdul Manaf bin Qusayy bin Kilab, adalah salah satu ulama besar dalam sejarah Islam yang mendirikan mazhab Syafi'i. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah SAW pada Abdu Manaf. Beliau dikenal sebagai seorang mujtahid yang brilian dan pembela sunnah.


Masa Kecil dan Pendidikan

Kelahiran dan Asal-usul: Imam Syafi'i lahir di Askelon (Gaza, Palestina) pada tahun 150 Hijriah (767 Masehi), bertepatan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah. Ayahnya meninggal dunia saat beliau masih sangat kecil, sehingga Imam Syafi'i dibesarkan oleh ibunya dalam keadaan serba kekurangan.

Pindah ke Mekkah: Ketika berusia sekitar dua tahun, sang ibu membawa beliau ke Mekkah. Keputusan ini diambil karena kekhawatiran ibunya akan hilangnya garis keturunan mulia Syafi'i, serta adanya lebih banyak anggota keluarga keibuannya di Mekkah.

Kecerdasan dan Ketekunan Belajar: Sejak kecil, kecerdasan Imam Syafi'i sudah sangat menonjol. Meskipun hidup dalam kemiskinan dan kesulitan ekonomi, beliau sangat tekun dalam menuntut ilmu. Diceritakan bahwa ibunya tidak mampu membeli kertas, sehingga beliau menulis hasil pelajarannya pada tulang, pelepah kurma, atau batu.

  • Menghafal Al-Qur'an: Pada usia 7 tahun, beliau telah hafal Al-Qur'an secara sempurna.

  • Menghafal Kitab Al-Muwatta': Pada usia 10 tahun, beliau sudah hafal Kitab Al-Muwatta' karya Imam Malik bin Anas di luar kepala.

  • Berfatwa di Usia Muda: Bahkan, pada usia 15 tahun, beliau sudah diberi wewenang untuk mengeluarkan fatwa oleh gurunya, Muslim bin Khalid az-Zanji, Mufti Mekkah saat itu. Ini terjadi setelah beliau menghafal 10.000 hadis.

Pengembaraan Mencari Ilmu: Perjalanan ilmiah Imam Syafi'i tidak berhenti di Mekkah. Beliau melanjutkan pencarian ilmu ke berbagai tempat:

  • Madinah: Untuk memperdalam ilmu hadis dan fiqih, beliau pergi ke Madinah untuk berguru langsung kepada Imam Malik bin Anas, penulis Kitab Al-Muwatta'. Beliau menetap di Madinah hingga Imam Malik wafat.

  • Yaman: Setelah itu, beliau sempat menjadi qadhi (hakim) di Yaman pada usia 30 tahun atas undangan gubernur Yaman.

  • Baghdad (Irak): Imam Syafi'i dua kali berkunjung ke Baghdad. Di sana, beliau mendalami mazhab ahli ra'yu (rasio) dan berguru kepada Muhammad bin al-Hassan, salah satu murid Imam Abu Hanifah. Di Baghdad inilah beliau menyusun qaul qadim (pendapat lama) mazhabnya.

  • Kembali ke Mekkah: Setelah meraih ilmu dari ulama Irak, beliau kembali ke Mekkah dan mulai menyebarkan mazhabnya sendiri.

  • Mesir: Akhirnya, pada tahun 199 Hijriah, Imam Syafi'i pindah ke Mesir dan menetap di sana. Di Mesir, beliau menyusun kembali pemikiran-pemikiran fiqihnya yang kemudian dikenal sebagai qaul jadid (pendapat baru). Perubahan ini disebabkan oleh interaksi dengan kondisi sosial, budaya, dan keilmuan yang berbeda di Mesir.


Wafatnya Imam Syafi'i

Imam Syafi'i wafat di Fustat, Mesir, pada hari Kamis malam Jumat, 30 Rajab tahun 204 Hijriah (820 Masehi), pada usia 54 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Bani Abd al-Hakam dekat Gunung al-Muqattam. Hingga kini, makam beliau senantiasa dikunjungi oleh banyak peziarah.


Karya-karya Imam Syafi'i

Imam Syafi'i meninggalkan warisan intelektual yang sangat besar bagi umat Islam. Karya-karya beliau menjadi rujukan penting dalam studi hukum Islam dan ushul fiqih. Di antara karya-karya beliau yang paling monumental adalah:

  1. Kitab Ar-Risalah: Ini adalah karya monumental Imam Syafi'i yang dianggap sebagai kitab pertama yang membahas ushul fiqih secara sistematis. Kitab ini merumuskan metodologi dan prinsip-prinsip yang digunakan Imam Syafi'i dalam menggali hukum-hukum Islam dari Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma', dan Qiyas. Di dalamnya, beliau membahas kedudukan sunnah di sisi Al-Qur'an, konsep amr (perintah) dan nahi (larangan), serta naskh dan mansukh (pembatalan hukum).

  2. Kitab Al-Umm: Kitab ini merupakan kompilasi pemikiran-pemikiran fiqih Imam Syafi'i, khususnya yang berkaitan dengan qaul jadid beliau. Kitab Al-Umm mencerminkan kematangan ijtihad beliau setelah perjalanan panjangnya. Di dalamnya, terdapat pembahasan furu' fiqih (hukum praktis), ushul fiqih, fiqih muqaran (perbandingan mazhab), ayat-ayat hukum dan tafsirnya, serta hadis-hadis dan atsar hukum dengan sanad bersambung.

  3. Kitab Ikhtilaful Hadits: Kitab ini membahas perbedaan-perbedaan (ikhtilaf) dalam hadis-hadis Nabi dan memberikan penjelasan serta solusi atas perbedaan tersebut.

  4. Kitab Sunan al-Ma'tsuroh: Kumpulan hadis-hadis Nabi.

  5. Diwan Asy-Syafi'i: Kumpulan syair-syair yang ditulis oleh Imam Syafi'i. Beliau dikenal memiliki kemahiran dalam sastra Arab dan syair.

Selain itu, terdapat pula karya-karya lain yang dinisbatkan kepada beliau seperti Kitab Al-Aqidah, Kitab Usul al-din wa Masa'il al-Sunnah, Kitab Ahkam al-Qur'an, dan lain-lain. Meskipun tidak semua karyanya sampai kepada kita secara utuh, pengaruh pemikiran Imam Syafi'i terus hidup dan menjadi dasar bagi perkembangan ilmu fiqih di dunia Islam.


Share:

Postingan Populer