وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

30 Juli 2025

Hukum Solat Berjama'ah



Shalat berjamaah merupakan salah satu syiar Islam yang memiliki keutamaan besar. Mengenai hukumnya, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama, namun mayoritas sepakat akan keutamaannya. Mari kita telaah lebih lanjut:

1. Hukum Shalat Berjamaah Menurut Hadits

Banyak hadits Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya shalat berjamaah dan keutamaannya. Beberapa di antaranya adalah:
 * Keutamaan Pahala: Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, "Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat dibandingkan shalat sendirian." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits lain menyebutkan, "Manusia yang paling besar pahalanya dalam mengerjakan shalat adalah yang paling jauh jalannya, kemudian yang lebih jauh lagi. Orang yang menunggu pelaksanaan shalat, sehingga dia mengerjakannya bersama imam, adalah lebih besar pahalanya daripada orang yang mengerjakan shalat kemudian tidur." (HR. Muslim).

 * Perintah dan Ancaman: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh aku bertekad untuk menyuruh pengumpulan kayu bakar, kemudian aku suruh seseorang adzan untuk shalat dan seseorang untuk mengimami manusia, kemudian aku pergi kepada orang-orang yang tidak ikut shalat, kemudian aku bakar rumah mereka." (Muttafaq 'alaih). Hadits ini menunjukkan ketegasan Nabi terhadap orang yang meninggalkan jamaah tanpa udzur.

 * Tidak Sah Shalat Tanpa Udara Syar'i: Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur." (HR Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny, Ibnu Hibban dan Al-Hakim). Hadits ini sering dijadikan dalil oleh ulama yang berpendapat wajibnya shalat berjamaah.

 * Pandangan Sahabat Terhadap Orang yang Tidak Berjamaah: Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak shalat berjamaah sebagai orang munafik, atau sedang sakit." (HR. Muslim). Ini menunjukkan betapa pentingnya shalat berjamaah di mata para sahabat.

2. Pendapat Para Ulama Mazhab

Perbedaan pendapat ulama mengenai hukum shalat berjamaah umumnya berkisar antara wajib ('ain/kifayah) atau sunnah muakkadah:

 * Mazhab Hanafi: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya wajib (seperti sunnah muakkadah dalam mazhab lain) bagi laki-laki yang berakal, merdeka, dan mampu berjalan ke masjid. Namun, tidak wajib bagi perempuan, anak-anak, orang gila, hamba sahaya, atau orang sakit yang tidak mampu ke masjid.

 * Mazhab Maliki: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Mereka berpegang pada hadits-hadits keutamaan shalat berjamaah.

 * Mazhab Syafi'i: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah bagi muslim laki-laki yang mukim (menetap). Artinya, jika sudah ada sebagian kaum muslimin yang melaksanakannya di masjid sebagai syiar agama, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun, jika tidak ada yang melaksanakannya secara berjamaah di masjid, maka seluruhnya berdosa. Bagi laki-laki, melaksanakan shalat berjamaah di masjid lebih utama daripada di rumah atau di tempat lain.

 * Mazhab Hanbali: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya wajib (fardhu 'ain) bagi laki-laki yang telah baligh dan tidak memiliki udzur syar'i. Mereka berpegang pada dalil-dalil keras dari hadits Nabi SAW tentang ancaman bagi yang meninggalkannya. Meskipun demikian, jika seseorang shalat sendirian, shalatnya tetap sah, namun ia berdosa karena meninggalkan kewajiban berjamaah.

3. Kisah Jamaah Nabi dan Sahabat

Kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat adalah teladan nyata tentang pentingnya shalat berjamaah:

 * Nabi Selalu Berjamaah: Rasulullah SAW senantiasa melaksanakan shalat berjamaah, bahkan dalam kondisi sakit sekalipun. Ketika beliau sakit parah menjelang wafat, beliau tetap berusaha untuk hadir di masjid dan shalat berjamaah, bahkan sampai dipapah oleh para sahabat. Ini menunjukkan betapa besar perhatian beliau terhadap shalat berjamaah.

 * Kisah Ibnu Ummi Maktum: Seorang sahabat yang buta, Ibnu Ummi Maktum, pernah meminta izin kepada Nabi untuk tidak shalat berjamaah di masjid karena kondisinya dan tidak ada penuntun. Nabi SAW bertanya, "Apakah engkau mendengar azan?" Ibnu Ummi Maktum menjawab, "Ya." Nabi SAW bersabda, "Kalau begitu penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat)." Kisah ini sering dijadikan dalil kuat bagi wajibnya shalat berjamaah bagi laki-laki.

 * Kasus Mu'adz bin Jabal: Mu'adz bin Jabal pernah mengimami shalat Isya setelah shalat bersama Nabi. Ia membaca surat yang panjang, sehingga ada makmum yang memisahkan diri dari jamaah dan shalat sendiri. Hal ini sampai ke telinga Nabi, dan Nabi menegur Mu'adz agar tidak memanjangkan bacaan shalatnya dan menyusahkan makmum. Kisah ini menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, seperti imam terlalu memanjangkan bacaan yang memberatkan, makmum memiliki udzur untuk tidak melanjutkan berjamaah.

 * Abdurrahman bin Auf Menjadi Imam Nabi: Dalam suatu kesempatan, Rasulullah SAW terlambat datang ke masjid. Abdurrahman bin Auf pun maju mengimami shalat. Ketika Nabi tiba, beliau bergabung sebagai makmum. Ini adalah salah satu momen langka di mana seorang sahabat menjadi imam bagi Rasulullah, menunjukkan fleksibilitas dalam berjamaah dan keutamaan para sahabat.

4. Pendapat Para Ulama Kekinian (Kontemporer)

Ulama kontemporer umumnya tetap berpegang pada dalil-dalil klasik dan pendapat mazhab yang ada. Mayoritas ulama kekinian cenderung memperkuat pandangan bahwa shalat berjamaah adalah suatu keharusan bagi laki-laki muslim yang mampu, atau minimal sangat ditekankan (sunnah muakkadah) dengan pahala yang berlipat ganda.

 * Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi (dari kalangan ulama yang lebih menekankan pada wajibnya) menyatakan hukum shalat berjamaah adalah fardhu 'ain bagi pria yang telah terkena kewajiban shalat, kecuali ada halangan.

 * Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyatakan secara umum hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah, namun dengan penekanan yang sangat kuat.

 * Para ulama kontemporer juga menekankan aspek syiar Islam dan persatuan umat yang terkandung dalam shalat berjamaah. Mereka melihat bahwa shalat berjamaah di masjid adalah bentuk nyata dari kekuatan dan persatuan umat Islam.

Kesimpulan

Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status hukumnya (wajib 'ain, fardhu kifayah, atau sunnah muakkadah), semua sepakat bahwa shalat berjamaah memiliki keutamaan yang sangat besar dan sangat dianjurkan. Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tidak pernah meninggalkannya kecuali karena udzur syar'i. Bagi seorang Muslim, khususnya laki-laki, berusaha keras untuk senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di masjid adalah bentuk ketaatan dan kecintaan kepada agama, serta upaya meraih pahala berlipat ganda dari Allah SWT.

Share:

Postingan Populer